♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Tadi, sewaktu ingin membeli ikan di tempat penjual ikan langgananku ternyata lagi tidak berjualan. Aku pun mencari penjual ikan lainnya, namun karena ikan yang dijual kurang bagus kualitasnya akhirnya aku memutuskan untuk membeli udang. Tapi entah kenapa aku tidak sreg dengan penjualnya. Aku ngga’ tau kenapa, hatiku kok ga’ suka aja ngelihat penjual udang itu. Padahal sebelumnya aku ga’ pernah beli ikan atau udang dengannya, dalam arti tidak pernah berinteraksi langsung. Tapi ntah kenapa aku melihat wajahnya seperti kelam, gelap dan tak bercahaya. Hatiku juga berkata kalau dia bukan orang yang baik. Namun sesaat kemudian logika ku berkata “Hey Dee, ada apa denganmu? Kok seenaknya kau menilai seseorang? Belum tentu kata hatimu itu benar!” Opsss, benar juga pikirku…
Singkatnya, aku akhirnya membeli udang dari penjual yang “seram” itu dengan harga Rp 60.000,- per kilonya. Sesampai di rumah aku tak langsung memasak, aku memilih mandi terlebih dahulu karena bau pasar menempel di badan dan aku tak tahan. Apalagi kalau hari hujan sepeti ini, wih, baunya, bikin mual. Sebenarnya aneh juga sih, kok, mandi, padahal kan, nanti masak jadi keringatan dan bau dapur kembali. Tapi buatku, lebih baik bau dapur daripada bau pasar :D
Setelah selesai mandi, akupun melanjutkan untuk membersihkan sayur, ikan dan segala macamnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam kulkas agar lebih tahan lama. Namun ketika ingin membersihkan udang yang aku beli tadi, aku merasa ada yang aneh. Sepertinya udang yang aku beli beratnya ga’ sampe satu kilogram. Tak mau menduga-duga, akupun mengambil timbangan digital yang aku punya. Jreng jreng... Benar saja, udang yang aku beli beratnya hanya 781 gram. Haaaaa... Yang 219 gram kemana? Rasanya tak mungkin terjatuh atau bisa menghilang begitu aja kan?